PARTISIPASI POLITIK
Makalah Ini Disusun Guna
Memenuhi Tugas Kelompok Untuk Mata Kuliah Sistem Sosiologi Politik
Dosen Pengampu : Dra.
Sri Suneki M.Si
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Eko
Prasetiyo (11210005)
Agus
Yulianto (11210007)
Diyana Alfurqon (11210017)
Vokaliana Widianingtyas
(11210019)
PROGDI PENDIDIKAN
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS PENDIDIKAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP PGRI SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
Dalam analisis
politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting, dan
akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubungannya dengan negara-negara
berkembang. Pada awalnya studi mengenai partisipasi politik memfokuskan diri
pada partai politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak muncul
kelompok masyarakat yang juga ingin mempengaruhi proses pengambilan keputusan
mengenai kebijakan umum.
Partisipasi
politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu
masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun
kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan
warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu
dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan
kepentingan umum.
1. Apakah pengertian dan definisi dari partisipasi politik ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk dari partisipasi politik tersebut ?
3. Bagaimana Tipologi dan model partisipasi politik ?
4. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam
politik sebagai implementasi nilai-nilai demokrasi di indonesia
1. Memberikan penjelasan menganai pengertian dan definisi dari
partisipasi politik.
2. Mengetahui bentuk-bentuk dari partisipasi politik
3. Memberikan penjelasan mengenai bentuk dan tipologi dari
partisipasi politik
4. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam politik sebagai
implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
PEMBAHASAN
Secara
etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian dan capere,
yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”. Dalam bahasa Inggris,
participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan.
Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas
atau kegiatan politik suatu negara.
Tidak
semua orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. di dalam kenyataan
hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik.
bahkan terdapat pula orang-orang yang menghindari diri dari semua bentuk
partisipasi politik, atau hanya berpartisipasi pada tingkatan yang paling
rendah. Sehubungan dengan ini dikenal istilah-istilah seperti apatisme,
sinisme, aliansi, dan anomi.
·
Apatisme,
adalah sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat atau tidak punya perhatian
terhadap orang lain, situasi atau gejala-gejala umum atau khusus yang ada dalam
masyarakatnya.
·
Sinisme, adalh
sikap yang dimiliki orang yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan
perasaan curiga. Orang-orang yang sinis beranggapan bahwa para politis itu tidak
dapat dipercaya.
·
Aliansi, adalah
perasaan terasingkan seseorang dari kehidupan politik dan pemerintahan
masyarakat. Orang-orang tipe ini cenderung melihat peraturan-peraturan yang ada
sebagai tidak adil dan hanya menguntungkan para penguasa.
·
Anomi, adalah
perasaan kehilangan nilai dan arah hidup. Mereka beranggapan bahwa penguasa
bersikap “tidak peduli” terhadap tujuan-tujuan hidupnya.
Berikut ini
adalah tabel yang menjelaskan definisi konsep partisipasi politik.
Tabel 1
Definisi
Partisipasi Politik
|
Sarjana
|
Definis
|
Indikator
|
Samuel P. Huntington & Joan M. Nelson (1984: 5)
|
Partisipasi politik . . . kegiatan warga preman (private
citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh
pemerintah.
|
·
Berupa kegiatan bukan
sikap-sikap dan kepercayaan.
·
Memiliki tujuan
mempengaruhi kebijakan public.
·
Dilakukan warganegara
preman. (biasa)
|
Michael Rush & Philip Althoff (2003: 23)
|
Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai
macam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
|
·
Berwujud keterlibatan individu
dalam sistem politik
·
Memiliki
tingkatan-tingkatan partisipasi
|
Herbert Mc. Closky (dalam Miriam, 1994: 183-184)
|
Partisipasi politik ialah kegiatan-kegiatan sukarela (voluntary)
dari warga masyarakat melalui cara mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembuatan
atau pembentukan kebijakan umum.
|
·
Berupa kegiatan-kegiatan
sukarala
·
Dilakukan warga negara
·
Warga negara terlibat
dalam proses-proses politik.
|
Kevin R. Hardwic (dalam Frank N. Magill, 1996)
|
Partisipasi politik memberi perhatian cara-cara warganegara
berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat
publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.
|
·
Terdapat interaksi antara
warga negara dengan pemerintah
·
Terdapat usaha warga
negara untuk mempengaruhi pejabat public.
|
Miriam Budi Arjo (1994: 183)
|
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelempok
orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan
cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung,
memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)
|
·
Berupa kegiatan individu
atau kelompok
·
Bertujuan ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan public atau
mempengaruhi kebijakan public
|
Ramlan Surbakti (1992: 140-141)
|
Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa
dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
. . . sesuai dengan istilah partisipasi, (politik) berarti
keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak) mempunyai kewenangan) dalam
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
|
·
Keikutsertaan warga
negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public
·
Dilakukan oleh warga
negara biasa.
|
Berdasarkan
beberapa definisi partisipasi di atas, terdapat hal subtantif yang menjadi
pokok-pokok berkenaan dengan partisipasi politik, yaitu:
a) Kegiatan-kegiatan nyata. Partisipasi politik yang
termasuk kegiatan-kegiatan yang bisa diamati secara kasat mata, bukan
sikap-sikap atau orientasi.
b) Bersifat sukarela, yaitu kegiatan yang didorong oleh
dirinya sendiri atau kesadaran sendiri, bukan digerakkan oleh pihak lain,
seperti baying-bayang pihak pemerintah, desakan manipulasi. Jika pemicunya
adalah pihak lain, kecenderungannya bukan partisipasi politik, melainkan
mobilisasi politik. jika pemicunya kesadaran diri, hal tersebut merupakan
partisipasi dalam pengertian otonom.
c) Dilakukan oleh warga negara atau masyarakat biasa, baik
individu maupun kelompok danatau mencari jabatan public.
d) Memiliki tujuan ikut serta dalam kehidupan politik,
memengaruhi kebijakan pemerintah dan/atau mencari jabatan.Tujuan tersebut
ialah ikut serta dalam kehidupan politik sebagai penggerak untuk mendapatkan
kesukarelaan dalam berpartisipasi.
e) Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi, yaitu
keterlibatan individu-individu berbanding lurus dengan bentuk-bentuk
partisipasi yang tersedia dalam sistem dan struktur politik yang ada.
Bentuk
partisipasi seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk
partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (Voting).
Partisipasi dalam partai politik dapat bersifat aktif (bila orang-orang yang
bersangkutan menduduki jabatan tertentu dalam suatu organisasi politik,
memberikan dukungan keuangan, atau membayar iuran keanggotaan), dapat pula
bersifat pasif.
Secara garis
besar bentuk dan hierarki dari partisipasi politik itu sendiri terdapat dalam
berbagai kerangka diantaranya menurut konsep Rush dan Althoff, versi Samuel P.
Hungton dan Joan M. Nelson, Piramida Dafid F. Roth dan Frank L. Wilson, Versi
Milbart, dan menurut pendapat Gabriel A.Almond.
Bentuk dan
hierarki partisipasi politik dalam kerangka konsep Rush dan Althof, secara
berturut-turut adalah:
a) Votting (pemberian suara)
b) Ikut serta dalam diskusi politik informal minat umum dalam
politik
c) Partisipasi dalam rapat uumum
d) Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi
politik)
e) Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi
political)
f) Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
g) Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
h) Mencari jabatan politik atau administrasi
i) Menduduki jabatan politik atau administrasi
Berkenaan
dengan beragamnya bentuk dan tingkatan partisipasi politik, Gabriel A. Almond
membedakan partisipasi politik menjadi dua bentuk aksi, yaitu :
a. Partisipasi politik konvensional, yaitu bentuk partisipasi
politik yang “normal” dalam demokrasi modern.
b. Partisipasi politik non-konvensional, yaitu kegiatan illegal dan
bahkan penuh kekerasan (violence) dan revolusioner
Adapun bentuk-bentuknya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Bentuk
Partisipasi Politik Versi Almond
|
Konvensional
|
Non-Konvensional
|
·
Pemberian Suara
·
Diskusi Kelompok
·
Kegiatan Kampanye
·
Membentuk brgabung dengan
kelompok kepentingan
·
Komunikasi individual
dengan pejabat politik dan administrasi
|
·
Pengajuan petisi
·
Berdemonstrasi/ unjuk
rasa
·
Konfrontasi
·
Mogok
·
Tindak Kekerasan politik
terhadap harta benda ( perusakan, pemboman, pembakaran)
·
Tindakan kekerasan
politik terhadap manusia penculikan, pembunuhan)
·
Perang Gerilya
|
Selain itu ,
bentuk partisipasi dapat diukur dengan sebuah gambar yang menunjukkan hirarki
yang paling sederhana yang didasarkan atas taraf dan luasnya pertisipasi. Setidaknya,
gambar berikut ini dapat menjelaskan suatu bentuk sekaligus hierarki
partisipasi politik.
Partisipasi
politik selain dilihat dari definisi, bentuk dan tingkatan, juga dapat dilihat
dari tipologi dan model.
a.
Dari sisi tipologi,
1) Partisipasi politik aktif dan partisipasi pasif. Yang termasuk
dalam kategori partisipasi aktif : mengajukan usul mengenai suatu kebijakan
umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik
dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak, dan memilih pemimpin
pemerintahan. Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi
pasif berupa kegiatan yang mentaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja
setiap keputusan pemerintah. Partisipasi
politik aktif berarti kegiatan yang berorientasi pada proses input dan output,
sedangkan partisipasi pasif hanya berorientasi pada proses output. Di samping
itu juga muncul kelompok apatis atau golongan putih (golput) yaitu kelompok
yang tidak termasuk dalam kategori partisipasi politik aktif maupun partisipasi
politik pasif.
2) Berdasarkan jumlah pelaku yaitu individual dan kolektif.
Partisipasi politik individual yakni seseorang yang menulis surat berisi
keluhan dan tuntutan kepada pemerintah atau kolektif, Sedangkan kolektif adalah
kegiatan warga Negara secara serentak untuk mempengaruhi penguasa. Partisipasi
kolektif dibagi menjadi dua yaitu partisipasi kolektif yang konvensional
(pemilu), dan partisipasi kolektif yang tidak konvensional atau agresif
(pemogokan tidak sah, huruhara, dll), secara agresif dibagi lagi menjadi dua
yaitu aksi yang kuat dan aksi yang lemah.
b.
Dari sisi model
Dari sisi
ini partisipasi politik apabila didasarkan pada factor keasadaran politik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya partisiapasi politik ialah
kesadaran politik (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara) dan
kepercayaan kepada pemerintah (penilaian seseorang terhadap pemerintah).
Berdasarkan
tinggi-rendahnya partisipasi politik Paige membagi menjadi empat tipe,
(1) Aktif, jika seseorang memiliki kesadaran dan kepercayaan yang
tinggi terhadap pemerintah,
(2) apatis, jika seseorang memiliki kesadaran dan kepercayaan yang
rendah terhadap pemerintah,
(3) militant radikal, kesadaran politik tinggi tapi kepercayaan
rendah,
(4) pasif, kesadaran sangat rendah tapi kepercayaan sangat tinggi.
4. Partisipasi Masyarakat Dalam Politik
Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia
Partispasi
warga negara (Private Citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,
terorganisir atau spontan, sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal
atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson,
1977:3). Partispasi warga negara yang legal bertujuan untuk mempengaruhi
seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil mereka
(Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:1). Partisipasi politik merupakan aspek
penting dalam demokrasi karena:
·
Keputusan
politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan
warga masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut serta menentukan isi
keputusan politik.
·
Untuk tidak
dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan yang diambil
oleh pemerintah
Di
Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945
pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan
diatur secara jelas dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai
jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi
oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih,
hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan.
Seperti
partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, merupakan salah satu implementasi
nilai-nilai demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan,
dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon
yang di inginkan. Sebagai contoh, dari data KPU pada tanggal 9 mei 2009 (http://partai.info/pemilu2009/
diakses 4 November 2012) menunjukan
masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi untuk memilih adalah lebih dari
104 juta jiwa.
Dalam
hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi dalam
hal melakukan protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan. Budiarjo
(1996:185) menyatakan dalam Negara-negara demokratis umumnya dianggap bahwa lebih
banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya
tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga Negara mengikuti dan memahami
masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Sebagai
pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki
peran penting. Karena dalam Negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
PENUTUP
Secara
etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian dan
capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”. Dalam
bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau
mengambil peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil
peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara. Bentuk
partisipasi seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk
partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (Voting).
Gabriel A. Almond membedakan partisipasi politik menjadi dua bentuk aksi, yaitu
: Partisipasi politik konvensional, dan Partisipasi politik non-konvensional.
Partisipasi
politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat.
Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok
masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga
masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam
masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan
umum.
a.
Setiap individu
harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan
politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri
kampanye serta aksi demonstrasi.
b.
Dalam proses
partisipasi politik harus dibarengi dengan rasa sukarela sebagai kehendak
spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik tanpa
adanya intimidasi dari pihak lain.
c.
Dengan
kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi
politik warga masyarakat dapat termanifestasi maksudnya terwujud dengan kata
lain perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan. Karena ini bisa
dijadikan sebagai parameter dalam mengetahui tingkat kesadaran partisipasi
politik warga masyarakat di Indonesia.
(http://partai.info/pemilu2009/
diakses 4 November 2013).
Almond, Gabriel A.
& Sidney. Verba. The Civic Culture. Boston: Little Brown and Co.,
1965.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 2008.
Maran, Rafael Raga. Pengantar
Sosiologi Politik. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2001.
Rush, Michael, and
Phillip Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO
PERSADA, 2011.
Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik.
UUD 1945 pasal 28.