Kamis, 12 Desember 2013

Partisipasi Politik


PARTISIPASI POLITIK
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Untuk Mata Kuliah Sistem Sosiologi Politik

Dosen Pengampu : Dra. Sri Suneki M.Si
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Eko Prasetiyo             (11210005)
Agus Yulianto            (11210007)
Diyana Alfurqon         (11210017)
Vokaliana Widianingtyas (11210019)




PROGDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP PGRI SEMARANG
2013




BAB I

PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang Masalah

Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubungannya dengan negara-negara berkembang. Pada awalnya studi mengenai partisipasi politik memfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan  berkembangnya demokrasi banyak muncul kelompok masyarakat yang juga ingin mempengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan umum.
Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan umum.

2.     Rumusan Masalah

1.     Apakah pengertian dan definisi dari partisipasi politik ?
2.     Bagaimana bentuk-bentuk dari partisipasi politik tersebut ?
3.     Bagaimana Tipologi dan model partisipasi politik ?
4.     Bagaimana partisipasi masyarakat dalam politik sebagai implementasi nilai-nilai demokrasi di indonesia

3.     Tujuan Penulisan

1.     Memberikan penjelasan menganai pengertian dan definisi dari partisipasi politik.
2.     Mengetahui bentuk-bentuk dari partisipasi politik
3.     Memberikan penjelasan mengenai bentuk dan tipologi dari partisipasi politik
4.     Mengetahui partisipasi masyarakat dalam politik sebagai implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia.




BAB II 

PEMBAHASAN

1.     Definisi dan Pengertian Partisipasi Politik

1.1  Pengertian Partisipasi Politik

Secara etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”. Dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Tidak semua orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. di dalam kenyataan hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik. bahkan terdapat pula orang-orang yang menghindari diri dari semua bentuk partisipasi politik, atau hanya berpartisipasi pada tingkatan yang paling rendah. Sehubungan dengan ini dikenal istilah-istilah seperti apatisme, sinisme, aliansi, dan anomi.
·         Apatisme, adalah sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi atau gejala-gejala umum atau khusus yang ada dalam masyarakatnya.
·         Sinisme, adalh sikap yang dimiliki orang yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan perasaan curiga. Orang-orang yang sinis beranggapan bahwa para politis itu tidak dapat dipercaya.
·         Aliansi, adalah perasaan terasingkan seseorang dari kehidupan politik dan pemerintahan masyarakat. Orang-orang tipe ini cenderung melihat peraturan-peraturan yang ada sebagai tidak adil dan hanya menguntungkan para penguasa.
·         Anomi, adalah perasaan kehilangan nilai dan arah hidup. Mereka beranggapan bahwa penguasa bersikap “tidak peduli” terhadap tujuan-tujuan hidupnya.







1.2  Definisi Partisipasi Politik

Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan definisi konsep partisipasi politik.
Tabel 1
Definisi Partisipasi Politik
Sarjana
Definis
Indikator
Samuel P. Huntington & Joan M. Nelson (1984: 5)
Partisipasi politik . . . kegiatan warga preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah.
·       Berupa kegiatan bukan sikap-sikap dan kepercayaan.
·       Memiliki tujuan mempengaruhi kebijakan public.
·       Dilakukan warganegara preman. (biasa)
Michael Rush & Philip Althoff (2003: 23)
Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai macam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
·       Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik
·       Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi
Herbert Mc. Closky (dalam Miriam, 1994: 183-184)
Partisipasi politik ialah kegiatan-kegiatan sukarela (voluntary) dari warga masyarakat melalui cara mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembuatan atau pembentukan kebijakan umum.
·       Berupa kegiatan-kegiatan sukarala
·       Dilakukan warga negara
·       Warga negara terlibat dalam proses-proses politik.
Kevin R. Hardwic (dalam Frank N. Magill, 1996)
Partisipasi politik memberi perhatian cara-cara warganegara berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.
·       Terdapat interaksi antara warga negara dengan pemerintah
·       Terdapat usaha warga negara untuk mempengaruhi pejabat public.
Miriam Budi Arjo (1994: 183)
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelempok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)
·       Berupa kegiatan individu atau kelompok
·       Bertujuan ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan public atau mempengaruhi kebijakan public
Ramlan Surbakti (1992: 140-141)
Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
. . . sesuai dengan istilah partisipasi, (politik) berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak) mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
·       Keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public
·       Dilakukan oleh warga negara biasa.

Berdasarkan beberapa definisi partisipasi di atas, terdapat hal subtantif yang menjadi pokok-pokok berkenaan dengan partisipasi politik, yaitu:
a)     Kegiatan-kegiatan nyata. Partisipasi politik yang termasuk kegiatan-kegiatan yang bisa diamati secara kasat mata, bukan sikap-sikap atau orientasi.
b)     Bersifat sukarela, yaitu kegiatan yang didorong oleh dirinya sendiri atau kesadaran sendiri, bukan digerakkan oleh pihak lain, seperti baying-bayang pihak pemerintah, desakan manipulasi. Jika pemicunya adalah pihak lain, kecenderungannya bukan partisipasi politik, melainkan mobilisasi politik. jika pemicunya kesadaran diri, hal tersebut merupakan partisipasi dalam pengertian otonom.
c)     Dilakukan oleh warga negara atau masyarakat biasa, baik individu maupun kelompok danatau mencari jabatan public.
d)     Memiliki tujuan ikut serta dalam kehidupan politik, memengaruhi kebijakan pemerintah dan/atau mencari jabatan.Tujuan tersebut ialah ikut serta dalam kehidupan politik sebagai penggerak untuk mendapatkan kesukarelaan dalam berpartisipasi.
e)     Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi, yaitu keterlibatan individu-individu berbanding lurus dengan bentuk-bentuk partisipasi yang tersedia dalam sistem dan struktur politik yang ada.

2.     Bentuk dan Hierarki Partisipasi Politik

Bentuk partisipasi seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (Voting). Partisipasi dalam partai politik dapat bersifat aktif (bila orang-orang yang bersangkutan menduduki jabatan tertentu dalam suatu organisasi politik, memberikan dukungan keuangan, atau membayar iuran keanggotaan), dapat pula bersifat pasif.
Secara garis besar bentuk dan hierarki dari partisipasi politik itu sendiri terdapat dalam berbagai kerangka diantaranya menurut konsep Rush dan Althoff, versi Samuel P. Hungton dan Joan M. Nelson, Piramida Dafid F. Roth dan Frank L. Wilson, Versi Milbart, dan menurut pendapat Gabriel A.Almond.

2.1  Kerangka Konsep Rush dan Althoff

Bentuk dan hierarki partisipasi politik dalam kerangka konsep Rush dan Althof, secara berturut-turut adalah:
a)     Votting (pemberian suara)
b)     Ikut serta dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik
c)     Partisipasi dalam rapat uumum
d)     Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi politik)
e)     Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political)
f)      Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
g)     Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
h)     Mencari jabatan politik atau administrasi
i)      Menduduki jabatan politik atau administrasi

2.1  Bentuk Partisipasi politik versi Gabriel A. Almond

Berkenaan dengan beragamnya bentuk dan tingkatan partisipasi politik, Gabriel A. Almond membedakan partisipasi politik menjadi dua bentuk aksi, yaitu :
a.    Partisipasi politik konvensional, yaitu bentuk partisipasi politik yang “normal” dalam demokrasi modern.
b.   Partisipasi politik non-konvensional, yaitu kegiatan illegal dan bahkan penuh kekerasan (violence) dan revolusioner
Adapun bentuk-bentuknya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Bentuk Partisipasi Politik Versi Almond
Konvensional
Non-Konvensional
·       Pemberian Suara
·       Diskusi Kelompok
·       Kegiatan Kampanye
·       Membentuk brgabung dengan kelompok kepentingan
·       Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi
·       Pengajuan petisi
·       Berdemonstrasi/ unjuk rasa
·       Konfrontasi
·       Mogok
·       Tindak Kekerasan politik terhadap harta benda ( perusakan, pemboman, pembakaran)
·       Tindakan kekerasan politik terhadap manusia penculikan, pembunuhan)
·       Perang Gerilya

Selain itu , bentuk partisipasi dapat diukur dengan sebuah gambar yang menunjukkan hirarki yang paling sederhana yang didasarkan atas taraf dan luasnya pertisipasi. Setidaknya, gambar berikut ini dapat menjelaskan suatu bentuk sekaligus hierarki partisipasi politik.

3.     Tipologi dan Model Partisipasi Politik

Partisipasi politik selain dilihat dari definisi, bentuk dan tingkatan, juga dapat dilihat dari tipologi dan model.
a.       Dari sisi tipologi,
1)     Partisipasi politik aktif dan partisipasi pasif. Yang termasuk dalam kategori partisipasi aktif : mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak, dan memilih pemimpin pemerintahan. Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan yang mentaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.  Partisipasi politik aktif berarti kegiatan yang berorientasi pada proses input dan output, sedangkan partisipasi pasif hanya berorientasi pada proses output. Di samping itu juga muncul kelompok apatis atau golongan putih (golput) yaitu kelompok yang tidak termasuk dalam kategori partisipasi politik aktif maupun partisipasi politik pasif.
2)     Berdasarkan jumlah pelaku yaitu individual dan kolektif. Partisipasi politik individual yakni seseorang yang menulis surat berisi keluhan dan tuntutan kepada pemerintah atau kolektif, Sedangkan kolektif adalah kegiatan warga Negara secara serentak untuk mempengaruhi penguasa. Partisipasi kolektif dibagi menjadi dua yaitu partisipasi kolektif yang konvensional (pemilu), dan partisipasi kolektif yang tidak konvensional atau agresif (pemogokan tidak sah, huruhara, dll), secara agresif dibagi lagi menjadi dua yaitu aksi yang kuat dan aksi yang lemah.
b.     Dari sisi model
Dari sisi ini partisipasi politik apabila didasarkan pada factor keasadaran politik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya partisiapasi politik ialah kesadaran politik (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara) dan kepercayaan kepada pemerintah (penilaian seseorang terhadap pemerintah).
Berdasarkan tinggi-rendahnya partisipasi politik Paige membagi menjadi empat tipe,
(1)    Aktif, jika seseorang memiliki kesadaran dan kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah,
(2)    apatis, jika seseorang memiliki kesadaran dan kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah,
(3)    militant radikal, kesadaran politik tinggi tapi kepercayaan rendah,
(4)    pasif, kesadaran sangat rendah tapi kepercayaan sangat tinggi.

4.     Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia

Partispasi warga negara (Private Citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Partispasi warga negara yang legal bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil mereka (Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:1). Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena:
·     Keputusan politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik.
·     Untuk tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan diatur secara jelas dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan.
Seperti partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, merupakan salah satu implementasi nilai-nilai  demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan, dimana  masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan. Sebagai contoh, dari data KPU pada tanggal 9 mei 2009 (http://partai.info/pemilu2009/ diakses 4 November 2012) menunjukan masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi untuk memilih adalah lebih dari 104 juta jiwa.
Dalam hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi dalam hal melakukan protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan. Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam Negara-negara demokratis umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga Negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki peran penting. Karena dalam Negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.








BAB III

PENUTUP

1.     Simpulan

Secara etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya bagian dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”. Dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara. Bentuk partisipasi seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (Voting). Gabriel A. Almond membedakan partisipasi politik menjadi dua bentuk aksi, yaitu : Partisipasi politik konvensional, dan Partisipasi politik non-konvensional.
Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan umum.

2.     Saran

a.   Setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi demonstrasi.       
b.   Dalam proses partisipasi politik harus dibarengi dengan rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik tanpa adanya intimidasi dari pihak lain.
c.   Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi maksudnya terwujud dengan kata lain perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan. Karena ini bisa dijadikan sebagai parameter dalam mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

(http://partai.info/pemilu2009/ diakses 4 November 2013).
Almond, Gabriel A. & Sidney. Verba. The Civic Culture. Boston: Little Brown and Co., 1965.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 2008.
Maran, Rafael Raga. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2001.
Rush, Michael, and Phillip Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2011.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik.
UUD 1945 pasal 28.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar