Sabtu, 18 Januari 2014

Mekanisme Sistem Peradilan Pidana


1.     Pengertian Sistem Peradilan Pidana
Criminal justice sytem dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.
Marjono Reksodipoetro memberikan batasan bahwa sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Marjono tersebut terlihat bahwa komponen atau sub sistem dalam sistem peradilan pidana adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Di dalam Sistem Peradilan Pidana terdapat adanya suatu input-process-output. Adapun yang dimaksud dengan input adalah laporan/pengaduan tentang terjadinya tindak pidana. Process adalah sebagai tindakan yang diambil pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan output adalah hasil-hasil yang diperoleh.
Sebagai suatu sistem maka di dalam mekanismenya adanya suatu syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya kerjasama di antara sub sistem. Apabila salah satu sub sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka hal itu akan mengganggu sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, keempat sub sistem itu memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya.

2.     Mekanisme Sistem Peradilan Pidana
Mekanisme sistem Peradilan pidana dimulai dengan diketahuinya suatu tindak pidana, Penyelidikan, Penuntutan, Peradilan, dan Pelaksanaan putusan pengadilan.
a.   Diketahui Suatu Tindak Pidana
Diketahuinya suatu tindak pidana dengan empat cara yaitu :
1)       Laporan, adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.  
Yang berhak melaporkan kepada penyidik dan atau penyelidik adalah setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau orang yang menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana (Pasal 108 ayat (1) KUHAP).
Yang wajib melapor adalah
a)       Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik.
b)     Setiap pegawai negeri yang mengetahui suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana dalam rangka menjalankan tugasnya. (pasal 108 ayat (3) KUHAP)
2)       Pengaduan, adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan. (Pasal 1 butir 25 KUHAP)
Tanpa suatu pengaduan tidak bisa dilakukan suatu penyidikan, jadi korban tindak pidana diberi kebebasan berdasarkan pertimbangannya sendiri akan menuntut atau tidak suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana aduan.
Tindak pidana aduan dibagi menjadi dua macam:
a.       Tindak pidana aduan ansolut: semua orang yang tersangkut dalam tindak pidana harus dituntut, tidak boleh di pecah-pecah.
b.       Tindak pidana aduan relative: tindak pidana biasa, akan tetapi pelakunya masih ada hubungan keluarga.
3)       Tertangkap tangan, adalah tertangkap tangannya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khayalak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan umtuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantumelakukkan tindakan.
4)       Diketahui Langsung
b.     Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berikut cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan:
1)       Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHP).
Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1 angka 4 KUHAP).
2)     Penindakan
Penindakan adalah serangkaian tindakan setelah proses penyelidikan. Maliputi tahapan-tahapan:
·     Pemanggilan
Pemanggilan harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah, artinya surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.
·     Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Petugas yang berhak melakukan penangkapan adalah penyelidik atas perintah penyidik atau penyidik pembantu, penyidik POLRI dan penyidik pegawai negeri sipil tertentu, penyidik pembantu, setiap orang dalam hal tertangkap tangan. Penangkapan dilakukan dengan membawa surat tugas, surat perintah penangkapan tersendiri yang dikeluarkan sebelum penangkapan. Lamanya penangkapan adalah satu hari, dan harus dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan.
·       Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 21 KUHP).
Prosedur penahanan diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Jenis Penahanan dapat berupa:
(a)   Penahanan rumah tahanan negara (RUTAN)
(b)  Penahanan rumah
(c)   Penahanan kota
·       Penggeledahan
Penangkapan yang dilakukan dengan memasuki rumah tempat tinggal atau tempat tertutup lainnya termasuk ruang lingkup penggledahan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 17 KUHAP).
Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaiaan tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. (pasal 1 butir 18 KUHAP).
Penggeledahan dilakukan oleh penyidik, penyidik pembantu atau penyidik atas perintah tertulis penyidik. Penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan dengan meminta bantuan pejabat kesehatan. Dan pedoman yang dipakai pada waktu melakukan penggeledahan badan diantaranya:
(a)   Tidak boleh sekali-kali dilakukan dihadapan orang banyak.
(b)  Harus selalu disaksikan oleh dua orang saksi
(c)   Dari penggeledahan senantiasa selalu dibuat berita acara
(d)  Penggeledahan pada wanita hendaknya dilakukan oleh polisi wanita atau olwh wanita biasa dengan disaksikan seorang pegawai polisi.
·       Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dan penyelidikan, penuntutan dan peradilan.
Pada dasarnya yang dapat disita/dirampas oleh negara menurut Pasal 39 KUHP:
(a)   Benda-benda kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan
(b)  Benda-benda yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dengan sengaja (dolusi)
(c)   Terhadap benda-benda terpidana yang diperoleh dari kejahatan karena kelalaian/kealpaan atau pelanggaran tidak bisa dilakukan penyitaan kecuali dalam tindak pidana tertentu yang telah diatur dalam undang-undang.
3)     Pemeriksaan
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan surat, pemeriksaan tersangka, saksi, dan para ahli.
®     Tersangka
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 butir 14 KUHAP). Tersangka berhak didampingi oleh penasehat hukum baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan maupun dalam persidangan di pengdilan. Hak didampingi penasehat hukum ini dapat dilakukan sejak tersangka ditangkap, bahkan sejak dimulainya penyidikan yakni ketika dilakukan pemanggilan terhadap diri tersangka.
®    Saksi
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia alami sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Saksi yang meringankan atau menguntungkan terdakwa disebut saksi a de charge, sedangkan saksi yang memberatkan disebut saksi a charge. Saksi yang meringankan terdakwa tidak bisa diajukan ketika seorang terdakwa diperiksa oleh pengadilan, tetapi juga ketika seorang sebagai tersangka di muka pemeriksaan penyidikan. Saksi a decharge, untuk meringankan tersangka atau terdakwa, tidak saja seorang saksi tetapi juga ahli.
Akan tetapi di dalam praktek, jarang sekali seorang penyidik mau memeriksa saksi yang meringankan bagi diri tersangka, meskipun hal tersebut merupakan hak dari seorang tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan.
®    Ahli
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diberikan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
4)     Selesai Perkara
Melalui dua tahap yakni Resume, serah Berkas pidana kepada penuntut umum.
F  Resume
Tugas penyidik adalah menyiapkan hasil pemeriksaan penyidikan yang berupa berita acara sebagai berkas perkara. Dari hasil pemeriksaan penyidikan tersebut lalu dibuat oleh penyidik suatu kesimpulan yang pada umumnya disebut resume.
Dalam resume tersebut diuraikan secara singkat keterangan-keterangan yang telah diberikan oleh para saksi dan tersangka yang di dalam uraian-uraiannya diarahkan pada pemenuhan unsure-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka sesuai dengan pasal-pasal yang disangkakan.
F Serah berkas perkara ke penuntut umum
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
c.      Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
1)     Membuat suatu dakwaan
Bentuk-bentuk surat dakwaan
*       Surat dakwaan tunggal, dibuat apabila penuntut umum yakin atas perbuatan seorang atau beberapa orang terdakwa.
*       Surat dakwaan kumulatif, dibuat apabila ada beberapa tindak pidana yang tidak ada hubungannya antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain atau dianggap berdiri sendiri.
*       Surat dakwaan alternative, dibuat apabila tindak pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, akan tetapi penuntut umum ragu-ragu tentang tindak pidana apa yang paling tepat tepat untuk didakwakan. Sehingga surat dakwaan yang dibuat merupakan alternative bagi hakim untuk memilihnya.
*       Surat dakwaan subsideritas, dibuat apabila penuntut umum ragu-ragu atas kualifikasi perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, tetapi tidak ragu-ragu tentang jenis tindak pidananya. Surat dakwaan ini disusun dalam bentuk primair, subsidair, dan seterusnya dengan urut-urutan pasal yang terberat ancamannya baru yang lebih ringan.
*       Surat dakwaan kombinasi, dibuat untuk memenuhi kebutuhan praktek penuntutan, agar terdakwa tidak lepas atau bebas dari dakwaan, yakni karena kompleknya masalah yang dihadapi oleh penuntut umum.
2)     Mengajukan tersangka ke depan sidang pengadilan
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
Pemeriksaan di sidang pengadilan meliputi:
§  Panggilan dan dakwaan
§  Memutus sengketa mengenai wewenang mengadili
§  Acara pemeriksaan biasa
§  Pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa
§  Acara pemeriksaan singkat
§  Acara pemeriksaan cepat
3)     Melaksanakan Putusan Pengadilan
Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuk, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
d.     Peradilan
1)     Mengadili terdakwa
Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana, berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2)     Memeriksa saksi
Yang harus diterangkan seorang saksi di dalam sidang adalah:
·       Apa yang saksi lihat sendiri
·       Apa yang saksi dengar sendiri
·       Apa yang saksi alami sendiri
·       Dengan menyebut alasan mengapa saksi dapat melihat, mendengar dan mengalami hal itu.
3)     Menjatuhkan vonis.

Daftar Pustaka

Moeljatno. 2008. KUHP . Jakarta : Bumi Aksara, 2008. ISBN 979-526-020-0.
Sasangka, Hari and Rosita, Lily. 2000. KUHP Dengan Komentar. Bandung : Mandar Maju, 2000.



Percobaan Pembunuhan



PERCOBAAN PEMBUNUHAN

Studi Kasus ini disusun guna mengkaji studi kasus tentang percobaan pembunuhan dan memenuhi tugas akhir semester untuk mata kuliah kriminologi

Dosen Pengampu :


Oleh :
Diyana Alfurqon (11210017)
Kelas  5A





PROGDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP PGRI SEMARANG
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, penulis dapat melakukan studi kasus mengenai tindak pidana percobaan pembunuhan.
            Semoga studi kasus ini dapat memberikan kontribusi positif. Dari lubuk hati yang paling dalam, sangat disadari bahwa studi kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis ucapan terimakasih kepada XXXXXX selaku dosen IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyusun Studi kasus ini.
Semoga Bermanfaat.


Semarang, Desember 2013


Penulis













DAFTAR ISI


BAB 1

PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

Seseorang dikatakan hidup atau tidak selagi masih bernafas, atau mempunyai nyawa. Dengan demikian, nyawa merupakan pembeda antara seseorang dikatakan hidup dan tidak. Bahkan merupakan hak asasi manusia terpenting, karena dengannya hak-hak yang lain bisa bermanfaat dan diperoleh. Konsekuensinya, perlindungan terhadap “nyawa” adalah sangat penting. Bentuk konkritnya, siapapun yang berusaha “mengilangkan nyawa seseorang” maka dikategorikan sebagai tindakan yang menyinggung dan melangar hak asasi.
Indonesia mempunyai KUHP yang merupakan tinggalan dari Zaman Belanda, “menghilangkan nyawa” sebagai tindak pidana jenis kejahatan, bukan pelanggaran. Dengan demikian, “menghilangkan nyawa” secara filosofis merupakan perbuatan tidak adil dan tercela, sehingga harus dilarang. KUHP mencantumkan hal tersebut dalam bab XIX; Kejahatan terhadap Nyawa. Untuk selanjutnya, KUHP membaginya dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah “pembunuhan dengan berencana”, pasal 340 KUHP.
Makalah ini berusaha menganalisa suatu kasus yang terjadi dengan menggunakan pasal tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah kasus tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pada pasal tersebut, sehingga bisa dipidana seperti yang tercantum dalam pasal tersebut.

2.     Rumusan Masalah

1)      Apa yang dimaksud dengan percobaan pembunuhan ?
2)      Syarat-syarat apa sajakah yang termasuk dalam tindakan percobaan kejahatan ?
3)      Bagaimanakah jenis-jenis tindakan percobaan pembunuhan ?


3.     Tujuan dan Manfaat Penulisan

a.    Tujuan
1)     Bagi Pembaca :
a)     Meningkatkan kesadaran pentingnya pengetahuan tentang hukum yang berlaku di Indonesia
b)     Menumbuhkan sikap melek hukum (sadar hukum)
2)     Bagi Penulis :
a)     Mengetahui perbedaan antara pembunuhan dengan perencanaan pembunuhan serta sanksi-sanksinya
b)     Lebih kritis dalam menyikapi masalah percobaan pembunuhan
b.   Manfaat
1)       Bagi Pembaca :
a)     Mengetahui jenis-jenis tindak pidana percobaan buta aksara
b)     Mengetahui unsure-unsur suatu kegiatan yang merupakan tindak percobaan pembunuhan
2)       Bagi Penulis :
a)     Mengetahui prespektif hukum mengenai tindak pidana pembunuhan
b)     Mampu membedakan tindak pidana percobaan pembunuhan.












BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.     Percobaan Kejahatan

a.    Pengertian Percobaan

Dari segi tata bahasa, istilah percobaan adalah usaha hendak berbuat atau melakukan sesuatu dalam keadaan diuji (Poerwodarminto, 1976:209). Menurut Wirjono, pada umumnya, kata percobaan atau poging berarti suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum terjadi. Pengertian menurut tata bahasa di atas tidaklah dapat digunakan sebagai ukuran dari percobaan (melakukan kejahatan) sebagaimana dalam hukum pidana. Di dalam undang-undang tidak dijumpai definisi atau pengertian tentang apa yang dimaksud dengan percobaan (poging).
Sedangkan menurut KUHP, percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang Aturan  Umum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54 KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman adalah sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk  itu  telah ternyata dari adanya permulaan  pelaksanaan,  dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok  terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam  dengan  pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Kedua pasal  tersebut tidak  memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud  dengan  percobaan melakukan kejahatan  (poging), satu-satunya penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber dari MvT yang menyatakan: Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen. (Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan  suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan  di  dalam suatu permulaan pelaksanaan).
Sehingga yang selanjutnya dalam tulisan disebut dengan percobaan. Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu,  sudah dimulai tetapi tidak selesai. (Adam, 2005)

b.   Syarat-syarat Percobaan Kejahatan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk percobaan kejahatan adalah :
1)   Adanya niat (“maksud”, “sengaja”),sebagaimana dalam doktrin hukum, menurut tingkatan kesengajaan ada 3 macam:
a)     Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan yang dapat juga disebut kesengajaan dalam arti sempit
b)     Kesengajaan sebagai kepastian atau kesadaran/keinsyafan mengenai perbuatan yang disadari sebagai pasti menimbulkan suatu akibat
c)     Kesengajaan sebagai kemungkinan atau suatu kesadaran/keinsyafan mengenai suatu perbuatan terhadap kemungkinan timbulnya suatu akibat dari suatu perbuatan, disebut juga dengan dolus eventualis.
2)   Adanya permulaan Kesalahan
Dalam ilmu hukum pidana maupun jurisprudensi hukum pidana diadakan perbedaan antara perbuatan persiapan misalnya, perbuatan membeli sebuah pistol, dan perbuatan melaksanakan seperti pebuatan mengarahkan pistol itu kepada yang hendak membunuh. Perbuatan persiapan itu dianggap tidak strafbaar sedangkan perbuatan melaksanakan yang dianggap inti dari percobaan, adalah suatu perbuatan yang strafbaar. Jadi, persoalan penting dalam hal percobaan adalah persoalan tentang perbuatan mana yang hanya merupakan perbuatan persiapan saja, yakni perbuatan yang tidak strafbaar.

c.   Teori Percobaan

Teori percobaan ada dua, yaitu teori percobaan subjektif dan teori percobaan objektif.
1)     Teori percobaan subjektif adalah dari kehendak atau watak (mentalitet) pembuat.
2)     Teori percobaan objektif melihat dasar strafbaarheid (dapat dihukumnya) percobaan dalam suatu perbuatan yang melanggar ketertiban hukum umum. Pompe mengemukakan bahwa tentang teori percobaan objektif ada 2 tipe :
a)     Percobaan perbuatan adalan strafbaar karena perbuatan itu termasuk lukisan delik dalam undang-undang.
b)     Perbuatan percobaan (perbuatan melaksanakan) adalah strafbaar, Karena perbuatan itu secara objektif merupakan bahaya (objektief gevaarlijk).
3)     Pelaksanaan tidak selesai yang bukan disebabkan karena kehendak sendiri.

2.     Tindak Pidana Pembunuhan

a.    Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya.
Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom.

b.     Syarat-syarat tindak Pembunuhan

Dalam rumusan pada pasal 340 KUHP, diuraikan unsur-unsurnya akan Nampak pada unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur obyektif : menghilangkan atau merampas nyawa pada orang lain.
b. Unsur subyektif, meliputi :
1) Unsur dengan sengaja.
Unsur kesengajaan dalam pasal 340 KUHP merupakan kesengajaan dalam arti luas, yang meliputi :
a)   Kesengajaan sebagai tujuan.
b)  Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan.
c)   Kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan atau dolus eventualis
Arti kesengajan bisa dengan menggunakan teori kehendak atau teori pengetahuan. yaitu dengan membuktikan
(1)    Perbuatan sesuai dengan motif dan tujuan yang hendak dicapai.
(2)    Antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kasual
2) Unsur dengan rencana terlebih dahulu.
Arti direncanakan, salah satunya, adalah antara timbulnya “maksud membunuh” dengan “pelaksaan membunuh” masih ada tempo bagi si pembuat untuk berpikir dengan tenang.

3.     Perbuatan yang seolah-olah Mirip dengan Percobaan Pembunuhan

Ada beberapa perbuatan yang seolah-olah atau mirip dengan percobaan, perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging percobaan tidak mampu), mangel am tatbestand (kekurangan isi delik), putatief delict (delik putative), delik manqué (percobaan selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde poging (percobaan yang dikualifisir).
a)   Ondeugdelijke poging atau percobaan tidak mampu. Dikatakan tidak mampu atau tidak sempurna karena alat atau objek kejahatan tersebut tidak sempurna atau tidak mampu menyebabkan tindak pidana yang dituju tidak mungkin terwujud. Akan tetapi banyak ahli masih mendebatkan istilah percobaan tidak mampu ini.
Menurut doktrin hukum pidana, percobaan tidak mampu dibedakan antara :
(1)    Percobaan tidak mampu karena objeknya tidak sempurna yang dibedakan antara :
(a)   Objek yang tidak sempurna absolut: melakukan perbuatan untuk mewujudkan suatu kejahatan mengenai objek tertentu yang ternyata tidak sempurna, dan oleh karena itu maka kejahatan tidak terjadi dan tidak mungkin dapat terjadi.
(b)  Objek yang tidak sempurna relatif: melakukan perbuatan yang ditujukan untuk mewujudkan kejahatan tertentu pada objek tertentu, yang pada umumnya dapat tercapai, tetapi dalam keadaan khusus tertentu objek tersebut menyebabkan kejahatan tidak terjadi.
(2)  Percobaan tidak mampu karena alatnya yang tidak sempurna dibedakan antara :
(a)   Alatnya yang tidak sempurna absolut: melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan, dengan menggunakan alatnya yang tidak sempurna mutlak, maka kejahatan itu tidak terjadi, dan tidak mungkin terjadi. Perbuatan ini tidak dapat melahirkan tindak pidana. Syarat – syarat yang telah ditentukan dalam pasal 53 ayat (1) tidak mungkin ada dalam alat yang tidak sempurna mutlak.
(b)  alatnya yang tidak sempurna relatif: melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan dengan menggunakan alat yang tidak sempurna relatif, artinya kejahatan dapat terjadi dan dapat dipidana. Contoh : meracuni orang dengan dosis kurang.
b)     Mangel am Tatbestand
Mangel am Tatbestand ini adalah suatu perbuatan yang diarahkan untuk mewujudkan tindak pidana tetapi ternyata kekurangan atau tidak memenuhi salah satu unsur tindak pidana yang dituju. Disini telah terjadi kesalahpahaman terhadap salah satu unsur tindak pidana. Seseorang telah selesai melakukan suatu perbuatan, akan tetapi tidak terjadi kejahatan. Mangel am tatbestand ini berada di luar lapangan percobaan yang dapat dipidana.
c)     Putatief Delict
Pada Putatief Delict terjadi kesesatan hukum pada seseorang yang melakukan perbuatan dalam usahanya untuk mewujudkan tindak pidana. Putatief Delict bukanlah suatu tindak pidana dan juga bukan percobaan, melainkan suatu kesalahpahaman bagi orang yang melakukan suatu perbuatan yang dikiranya telah melakukan suatu tindak pidana, padahal sebenarnya bukan.
d)     Percobaan selesai (delict manque)
Adalah melakukan perbuatan yang ditujukan untuk melakukan tindak pidana yang pelaksanaannya sudah begitu jauh-sama seperti tindak pidana selesai, akan tetapi oleh sebab sesuatu hal tindak pidana itu tidak terjadi. Dikatakan percobaan karena tindak pidana itu tidak terjadi, dan dikatakan selesai karena pelaksanaan sesungguhnya sama dengan pelaksanaan yang dapat menimbulkan tindak pidana selesai.
e)     Percobaan Tertunda
Percobaan tertunda adalah percobaan yang perbuatan pelaksanannya terhenti pada saat mendekati selesainya kejahatan.
f)       Percobaan yang dikualifisir
Adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya merupakan tindak pidana selesai yang lain daripada yang dituju.

4.     Jenis-Jenis Tindak Percobaan Pembunuhan Dalam Perspektif Hukum

Uraian tentang jenis tindak Kejahatan Terhadap Nyawa (misdrijven tegen het leven) sesuai dengan KUHP, dapat dilihat dalam pasal-pasal berikut ini: 
1)       Pasal 338 KUHP, mengatur tentang sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
2)       Pasal 339 KUHP, mengatur tentang pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
3)       Pasal 340 KUHP, mengatur tentang sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. 
4)       Pasal 341 KUHP, mengatur tentang seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
5)       Pasal 342 KUHP, mengatur tentang melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
6)       Pasal 343 KUHP, mengatur tentang orang lain yang turut melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
7)       Pasal 344 KUHP, mengatur tentang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
8)       Pasal 345 KUHP, mengatur tentang sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri atau memberi sarana kepadanya diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri. 
9)       Pasal 346 KUHP, mengatur tentang seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
10)   Pasal 347 KUHP, pada ayat (1) mengatur tentang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita “tanpa persetujuannya”, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Dan pada ayat (2) mengatur jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita itu, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.
11)   Pasal 348 KUHP, pada ayat (1) mengatur tentang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita “dengan persetujuannya”, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Dan pada ayat (2) mengatur jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita itu, dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun.
12)   Pasal 349 KUHP, mengatur tentang seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan pengguguran kandungan sebagaimana diatur dalam Pasal 346, 347, dan 348 KUHP, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pekerjaannya.
13)   Pasal 350 KUHP mengatur tentang pemidanaan karena pembunuhan, pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan menurut Pasal 344, 347, dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut pasal 35 nomor 1-5, yaitu:
(1) hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
(2) hak memasuki angkatan bersenjata;
(3) hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
(4) hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
(5) hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.



BAB III

ANALISIS

1.     Contoh Kasus

Pelaku                         : Suhadi (32)
Korban            : Winarso (40)
Perbuatan        : Pelaku (1) dengan menggunakan sabit/clurit (2) yang telah dibawa dari rumah (3) membacok kepala korban sebanyak 3 kali dari belakang, satu kali bacokan tidak mengenai korban karena terhalang oleh kayu rumah, bacokan ke dua korban dapat melindungi kepalanya dengan tangan kiri akibatnya jari kelingking putus dan 4 jari lain nyaris putus, bacokan ketiga mengenai kepala korban bagian belakang.
Motif               : Dendam karena dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai sopir
Waktu                         : Tanggal 8 bulan Oktober tahun 2013 jam 09.00 WIB berlangsung
sekitar 5 menit
TKP                 :
Barang Bukti : 1 (satu) bilah sabit atau clurit atau arit babat (dalam bahasa Jawa).
                          1 (satu) pasang sandal jepit Swalo warna hijau terdapat bercak darah.
                          Pakaian korban dengan bercak darah korban.

2.     Analisi Kasus

Pada kasus di atas, diterangkan bahwa tersangka bermaksud membunuh korban. Akan tetapi, korban ternyata tidak meninggal seperti yang diharapkan oleh tersangka. Oleh karena itu, kasus tersebut tidak memenuhi unsur dalam pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan. Karena pembunuhannya tidak terselesaikan, maka perbuatan ini tergolong pada tindak pidana percobaan pembunuhan sebagaimana termuat dalam pasal 53 jo 338 jo 339 jo 340 KUHP.
Pasal 53 mengenai percobaan berbunyi ”mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, buka semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”. Sementara pasal 338 memuat mengenai pembunuhan, yang berbunyi ”barangsiapa merampas nyawa oranglain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
Pasal 339 berbunyi ”pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud intuk mempersiap atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Sedangkan pasal 340 berbunyi ”barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebiih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau dengan pidana penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Karena korban tidak meninggal dan mengalami luka berat, perbuatan ini memenuhi unsur dalam pasal 354 ayat (1) KUHP mengenai penganiayaan berat yang berbunyi ”barangsiapa sengaja melukai berat orang lain diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama 8 tahun” jo pasal 355 KUHP yang berbunyi ”penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”.

BAB IV

PENUTUP

1.     Simpulan

Percobaan adalah suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum terjadi. Percobaan dimuat dalam pasal 53 dan 54 KUHP . Syarat-syarat suatu tindakan termasuk ke dalam tindak percobaan adalah adanya niat, adanya permulaan pelaksanaan, pelaksanaan tidak selesai yang bukan disebabkan karena kehendak sendiri. Lembaga hukum percobaan diperlukan untuk menjamin adanya ketentraman individu.
Ada beberapa perbuatan yang seolah – olah atau mirip dengan percobaan, perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging (percobaan tidak mampu), mangel am tatbestand (kekurangan isi delik), putatief delict (delik putatif), delik manque (percobaan selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde poging (percobaan yang dikualifisir).
Pada hakikatnya pasal 53 dan 54 selalu dihubungkan dengan pasal-pasal lain yang merujuk pada perbuatan tersebut.

2.     Saran

a.    Kasus tersebut tidak memenuhi unsur dalam pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan. Karena pembunuhannya tidak terselesaikan, maka perbuatan ini tergolong pada tindak pidana percobaan pembunuhan sebagaimana termuat dalam pasal 53 jo 338 jo 339 jo 340 KUHP.
b.   Dalam memutuskan hukuman atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang harus berdasarkan aturan-aturan atau ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan undang-undang Indonesia.






DAFTAR PUSTAKA

 

Adam, Chazawi. 2005. Pelajaran Hukum Pidana (Percobaan dan Penyetaan). Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada, 2005.
Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Citra Aditya, 1997.
Moeljatno. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008.
Sasangka, Hari and Rosita, Lily. 2000. KUHAP Dengan Komentar. Bandung : Mandar Maju, 2000. ISBN 979-538-179-2.
Wikipedia Bahasa Indonesia. Pembunuhan Berencana. [Online] [Cited: Januari 2, 2014.] http://www.google.com.
Yustisi. Asas-Asas Dalam KUHAP. [Online] [Cited: Januari 2, 2014.] http://www.yustisi.com.